SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Konflik dan Kerajaan Allah

May 13, 2012 Speaker: Prof Sen Sendjaya Series: Acts Series

Topic: Sunday Sermon / Kotbah Minggu Passage: Acts 15:1–15:21

Masalah keselamatan seringkali dilihat sebagai karya Kristus plus perbuatan saleh manusia. Masalah inilah yang terjadi dalam konvensi teologia mula2. Dalam dunia yang telah jatuh, orang2 percaa pasti akan mengalami konflik. Kis 15 ini menyediakan prinsip bagaimana konflik diselesaikan secara biblikal. Inti dari konflik dalam perikop ini adalah (a) keselamatan dan (b) persekutuan umat percaya. Jemaat Yudea (orang2 Yahudi ultra-konservatif) datang ke Antiokhia (orang2 percaya dari berbagai bangsa). Mereka berkata bahwa orang2 non-Yahudi harus disunat untuk dapat diselamatkan (Ayat 1). Secara literal, gereja memiliki 2klas. Mereka yang percaya plus sunat (orang2 Yahudi), dan percaya tanpa sunat (bangsa2 lain).

Orang2 Yahudi telah lama menghidupi Kejadian 15 dimana sunat menjadi 'tanda' bangsa Israel menjadi milik Allah. Nahasnya, sunat dijadikan syarat beroleh keselamatan. Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah mereka (Ayat 2). Mengapa? Karena ini berarti kematian dan kebangkitan Kristus tidak cukup untuk menyelamatkan manusia. Karena itu perlu tambahan lain seperti tradisi, perbuatan baik, dan kesalehan. Kita perlu berdebat untuk hal yang esensial. Saat apa yang dikerjakan Kristus direduksi dari tempat yang seharusnya, anak2-Nya harus membela. Kita mau berdebat untuk Injil dan integritasnya. Jika tidak, taruhannya adalah Firman Tuhan yang diselewengkan.

Gereja hari ini mengalami apa yang dinamakan "Jesus plus syndrome". Untuk selamat, jemaat perlu dibaptis, ikut pelayanan, perpuluhan, dst. Paulus dan Barnabas membela dengan tesis/argumen bahwa: Keselamatan hanya oleh anugerah, berdasarkan iman, dan di dalam Kristus semata-mata (Inti teologia reformasi). Jika kita tidak berpegang teguh dalam hal ini, maka kita gampang diombang-ambingkan oleh pengajaran tidak bertanggung jawab seperti di atas. Jangan salah mengerti. Tidak berarti setelah kita percaya Kristus kita tidak punya peran apa pun. Moto reformasi adalah kita dibenarkan oleh iman, namun iman yang menyelamatkan tidak pernah sendirian. Perbuatan baik sama sekali tidak berkontribusi terhadap keselamatan. Tetapi iman yang benar menghasilkan transformasi dan buah yang konkrit. Iman inilah yang membuat kita mau mati bagi dosa. Iman yang sedemikianlah yang mendorong kita untuk semakin serupa dengan Kristus.

Dalam sidang di Kis. 15, Firman Tuhan menjadi dasar. Para pemimpin keluar dan menyampaikan kebenaran (pidato). Petrus menggarisbawahi bahwa Allah mengaruniakan Roh Kudus dan keselamatan kepada orang2 Yahudi dan non-Yahudi (Ayat 8,9,11). Tidak ada perbedaan. Paulus dan Barnabas khususnya membagikan bagaimana Allah memakai mereka (Ayat 12). Yakobus menutup (dengan mengutip Amos) menceritakan kematian, kebangkitan, dan kenaikan Kristus agar semua bangsa datang kepada Allah. Para rasul sadar bahwa gereja mungkin pecah karena perbedaan ini. Karenanya, mereka dengan bijaksana menetapkan aturan yang 'menengahi' (Ayat 19). Orang2 Yahudi diminta untuk menerima orang non-Yahudi. Sementara orang2 non-Yahudi harus menghormati nurani orang2 Yahudi, bertenggang rasa. Hasilnya, tubuh Kristus tidak terkoyak. Pelajarannya ialah kita boleh melakukan apa saja sejauh tidak menjadi 'batu sandungan' bagi orang2 yang belum ata baru percaya. Konflik ini sekaligus telah menjaga kemurnian Injil dan kesatuan tubuh Kristus.

Pelajarang apa yang kita dapat dari perikop ini? Pertama, kita perlu miliki perspektif yang benar. Kita tidak boleh emosional dalam menangani konflik sebagaimana yang ditunjukkan para rasul. Jika tidak, gereja pecah. Konflik juga sering dipakai setan untuk menyerang gereja dari dalam. Dalam situasi konflik, para rasul mengajari fokus yang terarah pada Kerajaan Allah agar tetap utuh dan Allah disenangkan. Kedua, kita perlu memiliki discernment mana yang biblikal dan bukan. Kita perlu kembali kepada Firman Tuhan saat berkonflik. Terakhir, kepemimpinan gereja dipegang oleh lebih dari satu orang. Pendapat dari para penatua (jamat) perlu didengarkan (berdasarkan tuntunan Roh Kudus dan kesatuan hati) saat berkonflik. Gereja tidak akan efektif menjalankan misinya di dunia jika tidak memiliki konsep yang biblikal dalam berkonflik.

(Diringkas oleh Ivan B.)