SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Waktu Aku Takut …

“Waktu aku takut, aku ini percaya pada-Mu”, demikian doa Daud di dalam salah satu masa paling kelam di dalam hidupnya (lihat Mazmur 56). Ini bukan lagi Daud muda yang berhasil menaklukkan raksasa Goliat. Ia kini sudah sedikit lebih dewasa dan kini menjadi buronan nomor satu di Israel karena Raja Saul mengejar untuk membunuhnya. Dalam keputusasaan (atau kebodohan?) nya, Daud memutuskan untuk melarikan diri ke daerah musuh orang Israel, yaitu bangsa Filistin. Tidak tanggung-tanggung lagi ia tiba di Gat, kota kelahiran Goliat, pahlawan Filistin yang ia bunuh beberapa tahun silam. Tidak heran di Mazmur ini ketakutan Daud digambarkan begitu sengit, dalam dan bertubi-tubi.

Pernahkah anda merasakan ketakutan yang sedemikian? Tentu saja kita pernah atau sedang merasakan ketakutan akan masa depan yang tidak pasti, pendapat orang lain, ketidakmampuan untuk menghadapi kesulitan dan lain seterusnya. Belum lagi situasi sehari-hari, besar kecil, rutin atau kejutan, dimana kekhawatiran demi kekhawatiran datang silih berganti.

Tim Lane di dalam bukunya “Living Without Worry” mengatakan tentu ada hal-hal dalam hidup yang perlu kita khawatirkan secara sah. Ia menyebutnya sebagai godly concern, misalnya peduli akan kesehatan, pertumbuhan rohani diri sendiri atau keluarga, peduli dengan urusan-urusan praktis dalam rumah tangga, studi dan pelayanan. Dalam hal ini justru sikap santai dan cuek lah yang harus dihindari.

Tetapi begitu kita menjadi begitu khawatir sehingga kita melupakan Tuhan dan mengabaikan orang lain, di situlah kita perlu berhati-hati. Definisi Lane tentang kekhawatiran adalah sikap peduli yang berlebihan terhadap sesuatu selain kerajaan Allah. Dengan kata lain, kita khawatir (yang keluar ekspresinya dengan marah-marah, menyalahkan orang lain, menggerutu dsb) karena kita peduli berlebihan pada kerajaan kecil kita. Kita peduli berlebihan bagaimana punya cukup uang di bank, Kita peduli berlebihan dengan kualitas essay kita. Kita peduli berlebihan apakah anak-anak kita tidak ketinggalan di sekolah. Bahkan kita bisa peduli berlebihan dengan kesuksesan beragam program pelayanan di gereja!

Di dalam kepedulian berlebihan itu kita bisa hidup sedemikian rupa sehingga Tuhan seolah-olah tidak berkuasa, peduli apalagi mengerti situasi hidup kita. Yang pertama kita perlu ingat adalah Tuhan peduli dengan beragam perasaan dan emosi kita. Mahaney dan Whitacre dalam bukunya “True Feelings” mengatakan bahwa Allah memberikan perasaan kepada kita sebagai sarana untuk mendorong kita mendekat kepada-Nya dengan kasih dan ketaatan. Yang kedua, kita bisa belajar dari Daud. Perhatikan Daud (dan seluruh Mazmur) tidak pernah malu-malu untuk mengungkapkan beragam perasaan mereka. Dan di dalam Mazmur ini Daud bukan saja berkata “aku ini percaya kepada-Mu”, ia melanjutkan dengan berkata, “Kepada Allah, yang Firman-Nya kupuji.” Artinya, iman percaya Daud bertumbuh semakin dalam, berbarengan dengan semakin ia memuji, menghargai dan mencintai Firman Tuhan. 

Hal-hal apa yang anda paling takutkan dan khawatirkan saat ini, seringkali menunjukkan kerajaan mana yang paling anda layani: kerajaan Allah atau kerajaan anda sendiri. Itu sebabnya kita perlu diselamatkan terlebih dahulu oleh Raja Yesus, yang telah melalui ketakutan kematian salib dan menang atas kematian. Itu juga sebabnya kita dapat mengatasi ketakutan dan kekhawatiran kita dengan semakin mendalami Firman-Nya, berdoa kepada-Nya, bertumbuh di dalam komunitas-Nya dan melayani kerajaan-Nya.