SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

The Gospel Worldview

Samuel Huntington dari Harvard University menulis bahwa dunia ini pada dasarnya tidak terbagi berdasarkan batasan geografis, tetapi oleh perbedaan dalam ultimate beliefs, atau worldviews.

Apa itu worldview? Worldview seperti kacamata atau contact lense. Sama seperti kacamata yang memiliki prescription untuk kita melihat sekeliling kita dengan lebih jelas, worldview memampukan kita untuk memmberi makna terhadap segala hal didalam dunia ini.

Kacamata dengan prescription yg salah bila dipakai akan membuat kita bukan saja pusing, tapi juga sangat berbahaya apabila kita sedang mengendarai mobil misalnya. Demikian juga halnya worldview yg salah akan menjerumuskan kita saat kita mengalami berbagai tantangan dan kesulitan hidup.

Setiap orang tanpa kecuali memiliki worldview. Yang menjadi pertanyaan bukan apakah kita memiliki worldview, tetapi worldview yang mana yang kita kenakan sehari-hari.

Iman Kristiani bukan saja sebuah pegangan hidup, tetapi juga sebuah worldview. Hal ini ditegaskan oleh C.S. Lewis yang menulis, "I believe in Christianity as I believe that the sun has risen, not only because I see it but because by it I see everything else."

Injil Kristus Yesus, inti dari iman Kristen, adalah sebuah worldview, sebuah lensa untuk kita menginterpretasi segala sesuatu dibawah matahari. Injil adalah cerita historis Allah menyelamatkan seluruh ciptaan yang telah dirusak oleh dosa di dalam dan melalui kematian dan kebangkitan Kristus Yesus menuju ke langit yang baru dan bumi yang baru. Dengan kata lain, ada empat komponen dalam The Gospel Worldview: Creation (Penciptaan) - Fall (Kejatuhan) - Redemption (Penebusan - New Creation (Penciptaan Ulang).

Keempat komponen diatas menolong kita mengerti berbagai hal di dunia ini, misalnya bagaimana penciptaan menolong kita mengerti apa arti menikah, atau bekerja.

 

Perang Worldview

Perlawanan manusia terhadap Allah telah dimulai sejak kitab Kejadian pasal ke-3. Dari hari tersebut sampai hari ini di abad ke-21, strategi si jahat untuk mensponsori perlawanan manusia terhadap Allah tetap memiliki target utama yang sama: pikiran manusia. Lebih khusus lagi, worldview. Rasio manusia telah menjadi daerah kolonialisasi si jahat,

Rasul Paulus sangat memahami hal tersebut. Berikut parafrase penterjemah Alkitab J.B. Phillips terhadap pernyataan rasul Paulus tentang pentingnya masalah memahami worldview:

Our battle is to break down every deceptive argument and every imposing defense that men erect against the true knowledge of God. Wefight to capture every thought until it acknowledges the authority of Christ (2 Korintus 10:5, J.B. Phillips).

Salah satu kegagalan gereja pada abad ke-20 adalah menahan pengaruh Darwinisme yang begitu luas keseluruh aspek kehidupan manusia. Pandangan utopis ini telah membuat banyak orang memalingkan diri dari Allah. Pada saat teori ini masih sebesar butiran jagung, umat Allah diam dan tidak mampu merespons. Pada waktu gereja sadar, semua sudah terlambat. Terlambat karena filsafat dan paradigma (worldview) tersebut telah mengakar di dalam kultur populer secara global dan menyusup ke sendi-sendi kehidupan keseharian masyarakat.

Itu sebabnya peringatan dari teolog Gresham Machen perlu kita renungkan bersama dan saksama:

'What is today a matter of academic speculation begins tomorrow to move armies and pull down empires. In that second stage, it has gone too far to be combat; the time to stop it was when it was still a matter of impassionate debate'

Umat Allah tidak pernah diizinkan untuk beristirahat. Hari ini kita yang hidup di abad ke-21 berhadapan bukan dengan Darwisnime atau Marxisme, meskipun keduanya masih bergerilya di sana sini, namun dengan postmodernisme (worldview yang menolak segala worldview). Apakah kita akan mengulang sejarah dan melakukan kesalahan yang sama seperti di abad ke-20 dengan Darwinisme dan Marxisme? Atau kita akan membawa dunia dan pikirannya kembali dan tunduk kepada Allah?

Dunia adalah sebuah marketplace of ideas, dan universitas menjadi hotbeds of worldviews. Kalau dunia adalah restoran yang menyajikan beragam menu ide dan filsafat yang mayoritas melawan Allah, maka universitas menjadi dapurnya. Ruang-ruang kuliah menjadi wadah di mana worldviews dimasak sampai matang. Para cendekiawan muda Kristen yang masih duduk dibangku kuliah, worldview macam apa yang sedang dibentuk dalam diri kalian?

Reformator-kulturalis Abraham Kuyper mempersonifikasikan Allah yang menangis melihat pemberontakan manusia:

There is not a square inch in the whole domain of our human existence over which Christ, who is Sovereign over all, does not cry: “Mine!”

Suara kenabian gereja menjadi semakin hilang ketika umat Allah tidak lagi mampu memberikan pengaruh di tengah kompleksnya realita dunia ini. Anda dan saya tidak punya pilihan lain selain benar-benar memikirkan bagaimana rasio yang Allah berikan (atau titipkan) kepada kita dapat kita gunakan dengan bertanggung jawab. Jurnalis Kristen Philip Yancey menulis:

I used to believe that Christianity solved problems and made life easier. Increasingly, I believe that my faith complicates life, inways it should be complicated. As a Christian, I cannot not care about the environment, about homelessness and poverty, about racism and religious persecution, about injustice and violence. God does not give me that option.

Dunia memerlukan para orang-orang yang memiliki Christian worldview yang mengasihi Allah di berbagai bidang yang sangat spesifik seperti psikologi massa, linguistik verbal, pemutihan uang, fisika nuklir, rekayasa genetika, microchip komputer, pendidikan anak-anak spesial, epistemologi posmodern, limbah beracun, antiterorisme, organisasi non-profit, dan seterusnya. Pendek kata, dalam setiap bidang.

Panggilan Tuhan kepada Yesaya masih terus berkumandang sampai hari ini kepada kita semua. "Siapakah yang akan Ku-utus? Siapakah yang mau pergi untuk Aku?"

"Siapkah Anda menjawab, "Ya Tuhan, ini aku. Utuslah aku."