SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Natal: Saat Tuhan Ber-Emoji

Siapa sih hari ini yang tidak memakai emoji? Mulai dari muka senyum, muka ketawa, muka ketawa terbahak dengan sebulir keringat gede menggantung di jidat, sampai ke muka mual, kepalan tangan, monyet tutup mata, tepuk tangan, dan ratusan lainnya. Gambar-gambar lucu (dan kurang lucu) ini sekarang sudah menjadi bagian dari cara kita berkomunikasi. Tidak cukup lagi sekedar bilang “Ih, lucu deh!” kalau tidak disertai emoji muka gemas —dan, kadang disertai dengan gambar hati, petasan, not musik, dan tepuk tangan. Bilang bahwa kita lagi be-te kini wajib disertai dengan emoji muka nangis, tinju, dan ledakan. Dengan kata lain, emoji seolah memperdalam ekspresi perasaan yang tidak bisa kita ungkapkan hanya dengan sekedar ketikan teks saja.

Intinya, kita semua haus berkomunikasi. Kita ingin mengungkapkan siapa diri kita sebenarnya. Kita mau ada seseorang yang dapat kita jumpai, jangkau dan mengasihi kita. Di balik setiap teks dan emoji yang kita kirim dan terima ada sebuah pribadi yang unik, kompleks, berpikir, merasa, penuh kontradiksi dan seringkali begitu rapuh.

Bedanya dengan manusia, Tuhan bukan saja Pencipta, tetapi juga sebuah Pribadi. Ia adalah Pribadi agung yang berpikir dan merasa —penuh kuasa, kemuliaan, kebenaran, keadilan dan kesucian yang mutlak. Iman Kristen mengajarkan bahwa keseluruhan dari diri Tuhan Allah ini dinyatakan secara sempurna melalui Yesus Kristus. Alkitab mengatakan bahwa “seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia” (Kolose 1:19). Artinya, kalau anda mau tahu Tuhan itu seperti apa, anda hanya tinggal melihat kepada Yesus. Semua yang Tuhan pikirkan, rasakan, dan mau sampaikan kepada manusia, ada di dalam pribadi dan hidup Yesus Kristus.

Menyambut Natal 2018 ini, kita sekali lagi diingatkan bahwa kelahiran Yesus adalah cara Tuhan berkomunikasi dengan kita. Bukan saja dengan kata-kata atau perbuatan mujizat, Tuhan berkomunikasi dengan memberikan diri-Nya sendiri. Kerelaan-Nya untuk lahir sebagai bayi manusia menunjukkan betapa jauh Ia mendalami kelemahan dan keterbatasan kita. Kita hidup di jaman dimana kita seringkali mencari solusi dari orang-orang yang kuat, berduit dan berpengaruh. Solusi Tuhan justru kebalikan 180 derajat. Siapa sih yang lebih lemah dan terbatas dari seorang bayi? Bukankah kita seringkali merasa seperti bayi-bayi dewasa yang hanya bisa mengeluh, menangis dan marah? Tetapi tahukah anda, bahwa justru di sana lah Tuhan malah menjumpai, menjangkau dan mengasihi anda?

Dengan lahir sebagai bayi, Tuhan mengatakan bahwa masalah dosa kita jauh lebih serius dan kesucian Tuhan jauh lebih murni daripada apa yang kita bayangkan. Dan kalaupun kita bisa membayangkannya, kita tidak akan bisa menyelesaikan masalah kita sendiri. Kita terlalu berdosa untuk menyucikan diri kita sendiri, apalagi mencapai standar kesucian Allah! Tetapi justru melalui kelahiran Yesus, hidup Yesus, kematian dan kebangkitan Yesus, kenaikan-Nya ke surga dan kedatangan-Nya nanti yang kedua kali —melalui satu paket Pribadi ini, Tuhan secara sempurna ber-emoji kepada kita. Ia tidak saja menunjukkan kedalaman masalah kita, tetapi juga kedalaman kasih dan anugerah-Nya bagi semua yang percaya dan berbalik kepada Yesus Kristus.

Selamat merayakan sukacita Natal 2018 serta menyongsong tahun baru 2019 dari Rev Christian Tirtha dan Prof Sen Sendjaya beserta segenap pengurus dan jemaat Indonesian Christian Church.

 

(Blog ini juga dimuat sebagai artikel di majalah Ozip edisi Desember 2018)