SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Mengapa Lupa adalah Penyakit Rohani dan Bagaimana Melawannya

image4.PNG

Lupa adalah sebuah penyakit rohani yang menjangkiti setiap orang Kristen (2 Petrus 1:9). Lupa akan Pencipta mereka. Lupa akan Kristus. Lupa akan Injil. Lupa akan salib. Bahkan orang muda yang belum pikun seringkali menderita penyakit ini. Akibatnya kita menjadi buta dan picik, tidak lagi efektif sebagai garam dan terang dunia.

Itu sebab Pengkotbah di pasal 11:7-12:9 mendorong orang muda untuk mengingat Pencipta mereka di masa muda sebelum terlambat. Mengapa? Karena dua alasan.

Pertama, agar mereka dapat sungguh-sungguh menikmati hidup yang adalah anugerah Tuhan. Banyak orang merasa enggan menjadi orang Kristen di masa muda karena berpikir Allah dan sukacita adalah dua kutub yang berlawanan. Di benak mereka, Allah adalah pembunuh sukacita kosmik. Itu sebab waktu paling tepat menjadi orang Kristen adalah di masa tua saat terbaring tak berdaya di ICU.

Namun justru karena masa-masa tua yang sulit akan segera datang, orang muda perlu menikmati hidup. Hari ini. Sekarang. Bukan besok. Bukan nanti kalau sudah menikah, kalau karir sudah mantap, kalau anak-anak sudah besar, kalau sudah pension, dan seterusnya.

Ya nikmati hidup, kata Pengkotbah. Ia bukan hanya menganjurkan, ia memerintahkan! (11:9). Penghakiman Allah seharusnya tidak mengurangi atau membatasi kita menikmati hidup, tetapi menekankan dan mengarahkan itu karena kenikmatan adalah karunia Allah. Menekankan karena Allah akan menghakimi apakah kita telah menikmati segala hal yang baik yang Ia berikan. Mengarahkan agar sukacita yang kita alami tidak menjerumuskan kita pada dosa dan air mata.

Kedua, jauh lebih sulit mengingat Pencipta kita ditengah hidup yang penuh kelemahan dibanding mengingat Pencipta di masa muda. Dengan gaya puitis di ayat 3-6, Pengkotbah menggambarkan bahwa kehidupan itu adalah sebuah perjalananan dari kuat menjadi lemah, dari bahagia menjadi menderita. Seluruh anggota tubuh yang sehat, kuat, dan berfungsi akan merosot, lemah, dan tidak lagi berfungsi penuh. Tangan, kaki, mata, telinga, tenaga, nafsu makan akan merosot. Suka atau tidak suka, kita sedang berubah menjadi 5B – botak, budeg, bolor (sulit melihat jauh atau dekat), beser (buang air kecil), bau.

Saat hidup itu rapuh dan kita semakin dekat pada kubur, sulit untuk mengingat Pencipta bila itu tidak menjadi kebiasaan dari sejak muda. Itu sebab penyair Inggris John Donne (1572-1631) memutuskan untuk membeli sebuah peti jenazah dan menaruhnya di tempat tidurnya. Beberapa kali dia akan tidur dalam peti tersebut untuk mengingatkan dia akan kesementaraan hidup ini. Ekstrim memang, Anda tidak perlu beli peti mati untuk mengingat betapa hidup ini singkat!

Realitanya adalah seperti berikut: Orang Kristen yang percaya Kristus baru di masa tua akan menyesal betapa bodoh mereka menolak Kristus di masa muda mereka, berapa sedikit yang mereka tahu tentang Kristus dan betapa sulit sekarang mereka belajar lagi tentang Kristus. Sebaliknya, mereka yang percaya Kristus dari sejak muda tidak pernah menyesal di masa tua, karena mereka tahu mereka telah mengenal Kristus yang mereka akan temui muka dengan muka di langit yang baru dan bumi yang baru.

Itu sebab orang muda, saat tubuh masih tegap, pikiran masih tajam, idealisme masih tinggi, ingatlah Penciptamu. Bangunlah kebiasaan hidup dimana Allah itu sentral dalam setiap prioritas dan keputusan yang engkau buat. Jangan biarkan Iblis, dunia, dan kedagingan-mu menipu dan menawan engkau. Jangan menunggu masa tua saat nuranimu sudah kebal, dosamu sudah mengakar, hatimu sudah membatu.

Mari kita melawan lupa. Kristus berkata saat perjamuan malam, “Lakukanlah ini sebagai peringatan akan Aku”. Ia ingin agar kita mengingat Dia dan pengorbananNya, menjadikan Dia arti, arah, dan tujuan hidup kita. Jangan lupa Getsemani Jangan lupa sengsaraNya. Jangan lupa cinta Tuhan. Pimpin ke Kalvari.