SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Kebangkitan Yesus: Dari Isolasi Menuju Misi

Salah satu tema besar di Alkitab, khususnya di dalam Injil Lukas, adalah tema 'lost and found' - bagaimana Tuhan Allah mencari manusia yang terhilang di dalam dosa, untuk menyelamatkan mereka kembali kepada-Nya. Dan salah satu perumpamaan yang paling terkenal dalam tema ini adalah perumpamaan tentang anak yang hilang di Lukas 15.

Di dalam perumpamaan ini kita sebetulnya melihat dua anak yang hilang, dua anak yang sama-sama 'mati' dalam relasi terhadap bapa mereka. Anak yang bungsu, dapat dikatakan mati akibat kejahatan (ay. 11-17). Waktu ia menuntut harta warisan yang menjadi bagiannya, ia sebetulnya sedang mengatakan kepada bapanya, "Papa cepetan mati deh supaya aku bisa dapat warisanku!". Bukan itu saja, sikap buruknya terlihat dari bagaimana ia menganggap remeh kebaikan bapanya. Ia menjual murah semua aset bagiannya agar memiliki uang tunai untuk dihambur-hamburkan di negeri yang jauh. Di sana lah, setelah mengalami kehancuran dan kegagalan total ia sadar, "Di sini aku mati kelaparan!".

Sementara anak yang sulung, dapat dikatakan mati akibat kebaikan (ay. 25-30). Secara permukaan sepintas inilah anak yang diharapkan oleh kebanyakan orang tua: berdedikasi, taat, kerja keras, berprestasi. Tetapi respon si anak sulung terhadap kepulangan dan pesta pora bagi adiknya, menunjukkan isi hatinya yang sesungguhnya. Di dalam bahasa aslinya ia seperti berkata kepada bapanya, "Gua udah capek-capek ya jadi budak lu selama ini - kerja keras, banting tulang, berkorban setengah mati - apa yang gua dapet? Nothing! Tapi begitu anak lu yang brengsek ini pulang - apa yang dia dapet? Everything!". Dua anak yang sama-sama hilang: satu dalam dosanya, satu dalam sikap sok benarnya.

Di dalam perumpamaan ini Yesus mengatakan bahwa keduanya sama-sama tidak mempunyai relasi dengan bapanya. Baik si bungsu maupun si sulung. Si bungsu diselamatkan ketika bapanya dengan rela dan sukacita 'mempermalukan' dirinya sendiri untuk menutupi rasa malu yang si bungu pantas tanggung (ay. 18-24). Alih-alih dipermalukan dan dibuang, si bungsu dirangkul dan diterima sepenuhnya sebagai anak yang tadinya mati dan kini hidup kembali. Kita semua perlu diselamatkan dari dosa-dosa kita, sama seperti si bungsu ini.

Bagaimana dengan si sulung? Kita melihat bapanya juga dengan rela dan sukacita 'mempermalukan' dirinya sendiri melalui inisiatifnya untuk keluar dari ruangan pesta dan mengajak anak sulungnya masuk. Di mana si sulung berteriak 'Anak lu', si bapa berkata 'Adikmu'. Alih-alih dilupakan dan dibuang, si sulung dirangkul kembali dan diingatkan akan sukacita yang seharusnya ia miliki. Kita semua, sama seperti si sulung, juga perlu diselamatkan dari sikap sok benar kita, khususnya terhadap orang-orang yang kita anggap tidak layak atau pantas menerima anugerah Tuhan.

Tema adik yang hilang ini sebetulnya bukanlah tema baru di dalam Alkitab. Pembunuhan pertama terjadi ketika si sulung Kain membantai adiknya Habel. Kain bahkan berani menimpali Tuhan dengan, "Am I my brother's keeper? Emangnya apa urusanku dengan adikku?".

Alangkah berbedanya Yesus! Melalui perumpamaan ini Ia, sebagai Kakak Sulung yang sejati, justru berkata "I am my brother's keeper, seeker and saviour!". Ia tidak malu untuk mencari, mengejar, merangkul, menyambut, mencium dan memulihkan mereka yang terhilang. Ia merefleksikan hati Bapa-Nya dengan rela dan sukacita pergi ke negeri yang jauh untuk menyelamatkan kita yang berdosa, entah kita berdosa seperti si bungsu atau seperti si sulung. Ia sanggup dan terus melakukannya karena Ia adalah Anak yang telah benar-benar mati dan benar-benar hidup kembali. Hanya melalui kebangkitan-Nya dari antara orang matilah, kita dipanggil keluar dari isolasi dosa dan masuk ke dalam misi Allah: ikut mencari, merangkul, dan mengasihi mereka yang terhilang.