SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Jatuh itu Baik

Apa tips yang terpenting untuk seorang anak kecil yang sedang belajar naik sepeda? Dia perlu merasakan keseimbangan tubuhnya hilang, oleng, dan . . . terjatuh! Lalu belajar untuk bangun dan mengayuh pedal lagi. Tanpa pernah kehilangan keseimbangan, dia tidak akan pernah merasakan bagaimana menjaga keseimbangan naik sepeda.

Banyak orang yang dalam hidupnya tidak pernah belajar jatuh dengan baik. Justru karena tidak pernah mengambil resiko untuk kehilangan keseimbangan, hidup mereka tidak pernah seimbang. Mereka off balance. Sulit membangun relasi yang mendalam dengan orang lain. Sulit bekerja sama. Sering salah paham. Dan seterusnya.

Tuhan seringkali mengijinkan anak-anakNya jatuh. Ada yang cuma tersandung. Ada yang terpeleset. Ada yang terkilir. Ada yang terperosok. Ada yang terjerembab. Tapi tidak ada yang sampai tergeletak!

Mengapa orang Kristen tidak mungkin tergeletak tak berdaya, sebab pemazmur berkata, “Tuhan menopang tangannya” (Mazmur 37:24). Demikian juga pengamsal, “Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali” (Ams 24:16). Hal yang sama dialami Paulus ketika ia mensaksikan bahwa saat dia lemah, dia justru dikuatkan oleh Allah sendiri (2 Korintus 12:10).

Jadi kapan kita merasakan lebih sungguh Tuhan memegang tangan kita? Saat kita jatuh! Tidak heran kalau kita justru merasa lebih dekat dengan Tuhan justru ketika kita jatuh. Bukan saat kita merasa hebat, kuat, berhasil – justru biasanya kita lupa Tuhan di saat-saat itu. Tentu maksud saya bukan kita lalu sengaja menjatuhkan diri.

Dalam keempat kitab Injil, kita melihat yang mengalami kedalaman anugerah Allah adalah mereka yang jatuh. Bukan si anak sulung yang saleh bin rohani itu, tapi anak bungsu yang terhilang dan kembali. Bukan orang Farisi yang taat ratusan perintah Allah, tetapi pemungut cukai, pelacur, orang lepra, dan berbagai jenis individu yang merasa diri lemah, gagal, hancur, dan berdosa. Yesus Kristus tidak datang bagi orang yang tidak pernah merasa diri gagal, karena mereka memang menolak Dia. Orang sehat tidak butuh dokter, demikian kesimpulan Yesus.

Anda merasa gagal, lemah, hancur? Tak bisa lagi mengandalkan kemampuan, uang, dan pengalamanmu? Justru itu sebuah permulaan kerohanian yang sehat. Karena itulah saat kita menjadi sama dengan pengemis buta di Yerikho yang terus berseru memohon belas kasih ilahi: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku.” Saat itulah Anda akan merasakan genggaman erat tangan Allah yang menopangmu.

Yesus tidak pernah capek hati dengan orang yang jatuh dalam dosa. Bahkan kalau dosanya sama sekalipun! Tetapi Yesus capek hati dengan orang yang tidak sadar mereka berdosa.

Lihat Petrus. Dosanya besar. Tetapi Yesusnya jauh lebih besar. Yohanes 21 khusus disiapkan Allah sebagai cerita restorasi Petrus agar setiap orang Kristen paham bahwa Allah dekat dengan orang yang remuk hatinya. Dan Ia memulihkan orang yang pernah menjadi corong iblis melarang Yesus naik kayu salib menjadi corong Allah menyatakan kemuliaan Kristus dengan luar biasa 3000 orang sekaligus bertobat!