SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Iman Anda: Saving atau Satanic?

Mungkin sepintas kedengarannya aneh kalau saya bertanya, apalagi di tengah-tengah gereja, apakah iman anda itu saving (menyelamatkan) atau satanic (menyesatkan, atau sama seperti imannya iblis). Kadang saya suka membayangkan jemaat yang berpikir di benak mereka, “Kayak hidup udah kurang susah aja, eh dateng ke gereja disuruh mikirin pertanyaan kayak gini! Uda jelas dong imanku adalah iman yang menyelamatkan! Aku kan sudah percaya sama Yesus. Lagian siapa juga yang bakal angkat tangan dan bilang ‘imanku ngga ada bedanya dengan imannya iblis’?” Mungkin juga itu reaksi pembaca pertama surat Yakobus, ketika membaca Yakobus 2:14-26.

“Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar” (Yakobus 2:19). Iman yang menyesatkan, atau satanic, adalah iman yang hanya takut pada Allah tetapi sebetulnya membenci Dia. Tentu saja kebanyakan kita tidak blak-blakan mengatakan bahwa kita membenci Tuhan—apalagi orang Indonesia, yang sila pertamanya saja sudah ‘Ketuhanan Yang Maha Esa!’ bisa panjang urusannya nanti. Itu sebabnya Yakobus memakai contoh para setan. Mereka takut dan gentar akan Tuhan Allah, tetapi arah hati, pikiran serta tindakan mereka selalu berusaha melawan Tuhan.

Kalau ada orang ateis yang mengklaim,”Aku tidak percaya Tuhan itu ada, dan aku benci Dia,” maka imannya iblis mengklaim “Aku percaya Tuhan itu ada, tapi aku tidak mau mengasihi-Nya.” Jadi kalau anda sekedar mengklaim percaya atau bahkan takut Tuhan, tapi tidak mengasihi-Nya dengan sikap dan tindakan nyata, maka Yakobus menyimpulkan bahwa iman anda tidak ada bedanya dengan imannya iblis. It’s a satanic faith. Ini adalah iman yang tidak berguna dan pada hakekatnya adalah iman yang mati (2:26).

“Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman” (Yakobus 2:24). Iman yang menyelamatkan, atau saving, adalah iman yang tidak hanya takut akan Allah tetapi juga mengasihi Dia dan umat-Nya. Ini adalah iman yang aktif berbuat baik demi menyenangkan Tuhan dan kebaikan gereja-Nya. Yakobus menggunakan dua teladan yang menurut saya sangat kontras: Abraham dan Rahab. Abraham bukan saja dikenal sebagai bapa orang beriman, Yakobus bahkan menekankan bagaimana ia disebut sebagai sahabat Allah. Tindakan kerelaan Abraham mengorbankan anaknya Ishak menunjukkan bagaimana imannya aktif dan sungguh-sungguh takut serta mengasihi Allah.

Tetapi bagaimana dengan Rahab? Yakobus sepertinya separuh bercanda waktu ia mengingatkan pembacanya dengan latar belakang Rahab yang kurang sedap (‘Rahab, pelacur itu’, ay. 25). Apalagi yang bukti ketaatannya nampak sepele dibandingkan Abraham: hanya menyambut tamu dan memastikan mereka pulang dengan selamat koq. Saya sudah habis hitung setiap kali membahas cerita Rahab di Yosua 2, maka yang diributkan adalah soal ‘kebohongannya’. Tetapi itulah Rahab, seorang karakter yang abu-abu, kompleks dan sarat kontradiksi. Hmm, mungkin harus diakui dalam banyak hal kita lebih mirip Rahab daripada Abraham. Walaupun bagi yang tahu cerita Abraham, dia juga hidupnya tidak lurus-lurus amat!

Intinya adalah di satu pihak, Yakobus setuju dengan Paulus bahwa keselamatan Allah diberikan hanya karena anugerah-Nya—bukan karena kebaikan atau perbuatan baik kita. Walaupun demikian, mereka yang sudah menerima anugerah-Nya (Abraham, Rahab, anda dan saya) akan dibuktikan melalui perbuatan baik mereka. Bukti bahwa kita sudah menerima anugerah Allah adalah di satu pihak kita menjadi takut akan Dia, tetapi juga sangat mengasihi Dia dan gereja-Nya.

Bagaimana dengan anda, apakah orang lain dapat melihat dari sikap hidup, kata-kata dan perbuatan anda, bahwa anda beriman kepada Kristus? Apakah anda akan mulai mengambil komitmen, bukan saja untuk memperdalam iman anda di dalam Kristus, tetapi juga kasih anda kepada Dia dan gereja-Nya?