SUNDAY SERVICE: 9:30AM English; 11:00AM Indonesian

Dosa Kesombongan

Suatu hari seorang ibu berkata kepada pendetanya, “Pak Pendeta, saya mau bagi kesaksian nih. Sejak sepuluh tahun terakhir, saya bersyukur karena saya sudah berhenti berdosa sama sekali!” “Maksud Ibu,” tanya si pendeta,”Ibu tidak lagi berdosa dalam hal apa pun? Entah Ibu sadar atau tidak sadar? Sengaja atau tidak sengaja?” Sang ibu mengangguk dengan yakin disertai senyum yang lebar. Pendeta itu diam sejenak kemudian berkata,”Wah, kalau begitu, Ibu pasti sangat bangga dengan diri Ibu ya?” Ibu tersebut menjawab dengan tegas,”Tentu saja! Saya sangat bangga, Pak!”

C.S. Lewis mengatakan bahwa kesombongan (pride) adalah dosa yang kita semua punya, dan kita semua benci kepada orang yang menunjukkannya. Dan lebih parahnya, kebanyakan kita tidak pernah merasa kalau kita adalah orang-orang yang sombong.

Yang membuat dosa sombong sulit dideteksi di dalam diri kita adalah karena kesombongan hadir dalam berupa warna dan corak. Di satu sisi kita bisa secara terang-terangan sombong, misalnya dengan memamerkan diri secara berlebihan, memakai status atau posisi untuk menunjukkan betapa pentingnya diri kita, dan lain seterusnya. Di sisi lain kesombongan bisa muncul dalam bentuk kerendahan hati pura-pura, ucapan sopan yang menyindir, dan lain-lain.

Solusi untuk berhenti sombong bukanlah dengan mengatakan kita harus mulai rendah hati. Itu artinya kita masih berusaha berubah dengan berfokus pada kekuatan kita. Yang akhirnya, sama seperti cerita di atas, membuat kita menjadi orang-orang yang sombong … karena kita begitu rendah hati!

Paulus sendiri melihat bahwa satu-satunya hal yang bisa mematahkan kesombongan adalah perjumpaannya dengan Yesus Kristus. Ia menulis kepada jemaat di Filipi: “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya” (Filipi 3:7-8).

Problem utama dari kesombongan terletak dari fokus hidup, yaitu diri saya sendiri. Secara tidak sadar kita setiap hari berharap,”Diriku yang di dunia, dimuliakanlah namamu. Majulah kerajaanmu, dimana pun engkau berada. Jadilah kehendakmu, sesuai dengan seleramu.” Itu sebabnya ketika ia berbalik kepada Kristus, salah satu hal yang berubah ada fokus hidupnya. Melihat Kristus, Paulus langsung menyadari betapa hitam dosanya, betapa rusak perilakunya, betapa celakanya dia—tetapi yang diberi anugerah untuk menjadi milik kesayangan Tuhan sendiri.

Itu sebabnya kita perlu terus bertumbuh dalam mengenal dan mentaati Kristus. Hanya dengan semakin mengikuti Kristuslah, sikap sombong kita dapat secara berangsur-angsur sirna dan digantikan dengan keindahan yang datang dari kerendahan hati.